Kamis, 22 Januari 2009

Perayaan Imlek [bagian ke-3/habis]


Setahun sekali sang Dewa Dapur ini pulang mudik cuti untuk sekalian laporan ke Sorga. Sang Dewa Dapur ini terkesan reseh dan bawel, maka dari itu untuk menghindar agar ia tidak memberikan laporan yang ngawur, maka sebaiknya mulutnya disumpal terlebih dahulu dengan „Kueh Keranjang“ agar mulutnya jadi lengket dan akhirnya tidak bisa banyak bicara dan kalau bisa bicara sekalipun pasti hanya hal yang manis-manis saja.

Oleh sebab itulah juga diatas altar dari Dewa Dapur sering diletakan kertas yang bertulisan: "Dewa yang mulia, ceritakanlah hanya kebaikan kami saja di langit dan bawalah berkat kembali apabila Anda turun dari langit".

Makanan lainnya yang sering disajikan menjelang Imlek adalah ikan bandeng, sebab ikan ini melambangkan rezeki. Dalam logat Mandarin, kata "ikan" sama bunyinya dengan kata "yu" yang berarti “sisa”. Seperti juga kata yu yang sering tercantum di lukisan gambar sembilan ikan, disitu tercantum "nian nian you yu" yang berarti “setiap tahun selalu ada (rezeki) sisa”. Tetapi
bagi mang Ucup mungkin lebih cocok apabila ditulis “nian nian you mei mei” yang berarti “setiap tahun selalu ada gadis yang mendampingi”

Selain ikan bandeng yang juga kudu disuguhkan adalah jeruk kuning, yang lazim disebut sebagai "jeruk emas" (jin ju). Kalau bisa dicarikan jeruk yang ada daunnya sebab itu melambangkan kekayaannya akan bertumbuh terus.

Kata “jeruk” dalam bahasa Tionghoa bunyinya hampir sama dengan “Da Ji”, sedangkan arti kata dari “Da Ji” itu sendiri berarti besar rejeki.

Sedangkan untuk buah “Apel” (pin guo ) mempunyai arti "ping ping an an" sama artinya dengan " Da li" yang berarti besar kesehatannya dan keselamatannya dan untuk buah pear melambangkan kebahagian yang atinya " Sun Sun li li".

Oleh sebab itu ketiga macam buah ini selalu menghiasi meja sembahyangan yang mengartikan " Da Ji Da Li Sun sun li li" = “Besar rejeki, besar kesehatan & keselamatannya dan besar pula kehabagiaannya”. Begitu juga dalam memberikan entah itu uang ataupun barang maupun buah-buah sebaiknya dalam kelipatan dua jadi angka genap begitu, sebab terdapat sebuah
pepatah Tionghoa terkenal yang berbunyi "Hao Shi Cheng Shuang", yang secara harafiah dapat diartikan "Semua yang baik harus datang secara berpasangan".

Dan agar rezekinya tidak tersapu habis keluar, maka diwajibkan menyembunyikan sapu, karena ada pantangan dimana tidak boleh menyapu dalam rumah pada hari Imlek dan dua hari sesudahnya.

Dan sudah tentu pada hari raya Imlek sebaiknya pasang petasan, karena ini bisa mendatangkan keberuntungan dan perdamaian sepanjang tahun. Petasan sudah ada sejak Dinasti Tang (618-907). Konon menjelang tahun baru Imlek sering berkeliaran monster jahat yang bernama Guo Nien, hanya sayangnya monster ini masih kurang sakti, sehingga selalu ngacir ketakutan apabila mendengar bunyi mercon, apalagi kalau melihat cahaya kilat yang keluar dari ledakan mercon tersebut.

Pada saat mang Ucup masih kecil di hari raya tahun baru Imlek, kami saling mengucapkan “Sin Cun Kiong Hie” (Xin Chun Gong Xi) yang berarti selamat menyambut musim semi atau selamat tahun baru, tetapi ucapan demikian sekarang udah kuno & tidak trendi lagi, karena telah diganti dengan “Gong Xi Fa Cai” atau (Kiong Hie Hoat Cay) yang berarti semoga sukses selalu atau
selamat jadi kaya, maklum generasi sekarang lebih ke money oriented begitu, dan bagi mereka yang ingin mengucapkan selamat tahun baru Imlek dengan kalimat yang lebih afdol lagi lihat dibawah ini:

“Gong Xi Fa Cai – Wan Shi Ru Yi - Shen Ti Jian Kang”
Yang berarti semoga sukses selama-lamanya & selalu dalam keadaan sehat. [habis]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar